
Menantang Alam - Militansi Pantarlih Desa Noebesi
Menantang Alam - Militansi Pantarlih Desa Noebesi (Oleh: Matheus Antonius Krivo, Paul Aoetpah, Butje Fay dan Yamres Benat ) Kicauan burung di pagi hari, jejeran burung dara pulang ke sarang di senja hari, sibakan air di lembah nan sunyi dan hentakan langkah rusa liar berlari kian kemari menjadi sajian khas alam Noebesi. Noebesi yang terletak jauh di kesunyian adalah sebuah desa yang berada di wilayah Kecamatan Nunbena Kabupaten Timor Tengah Selatan. Desa ini merupakan salah satu desa yang berada di wilayah perbatasan antara Kabupaten Timor Tengah Selatan dengan Kabupaten Kupang. Lokasi desa ini berjarak 59 km dari Kota SoE. Waktu tempuh dari Kota SoE menuju desa Noebesi dengan kendaraan roda dua atau roda empat mencapai 3 jam. Desa Noebesi dihuni oleh 331 Kepala Keluarga dan penduduk berjumlah 1.200 jiwa. Pada Pemilu 2024 pemilih yang terdaftar sebanyak 948 yang tersebar pada 4 TPS dalam 16 wilayah Rukun Tetangga (RT). Kisah unik dan menarik yang terpatri dari Noebesi adalah ketika Pantarlih melaksanakan pencocokan dan penelitian (Coklit) di wilayah tersebut. Bagaimana dengan segala perjuangan, Pantarlih berani menantang alam bertaruh nyawa, menjangkau pemilih di wilayah yang sulit dijangkau. Hal ini terjadi manakala saat coklit cuaca ektrim berupa hujan berkepanjangan memenuhi seluruh wilayah Nunbena. Akibatnya terjadi luapan banjir pada sungai-sungai di wilayah itu. Desa Noebesi dikitari oleh Sungai Noebesi. Jika datang dari Nunbena-ibu kota kecamatan menuju Noebesi harus melintasi dua anak Sungai yaitu Noellule dan Noel Naitak lalu sampai pada Sungai Noebesi sebagai pembatas wilayah Desa Nunbena dan Desa Noebesi. Sungai Noebesi memiliki lebar mencapai 300-an meter. Lebarnya sungai yang diisi luapan banjir tentunya tidak mudah untuk diseberangi. Kondisi tersebut selalu terjadi pada musim hujan terhitung bulan Oktober sampai April setiap tahun. Aksi Pantarlih Lodiance Tamelab dan Mirna Fay melakukan coklit di RT 16 Desa Noebesi pada Kampung Fnatun, Oelnunuh dan Nuatupun yang berada di seberang Sungai Noebesi, menghentakan adrenalin bagi siapa saja yang menyaksikan. Lodiance Tamelab dan Mirna Fay terpaksa harus menyeberang sungai dengan cara berenang pada kedalaman berkisar pada 1,5 meter hingga 3 meter. Kedua Pantarlih bersama pendamping harus membiarkan diri hanyut terbawa arus banjir sambil berenang ke tepian kali hingga bisa mencapai seberang. Dalam kisah ini Lodiance Tamelab dibantu oleh suaminya Rudy Kollo dan Mirna Fay didampingi sang ayah Yacob Fay yang setia menemani selama masa coklit. Kedua pendamping harus memikul tubuh pantarlih agar bisa melintasi derasnya arus sungai. Tidak hanya mengarungi derasnya sungai, Pantarlih Lodiance Tamelab dan Mirna Fay juga harus melewati semak-semak dan hutan yang lebat menuju kebun pemilih manakala tidak berhasil menemui mereka di rumah. Mereka tidak membawa bekal karena kesulitan menyeberangkannya di sungai. Fokus utama hanya mengamankan dokumen coklit. Mereka memilih makan kenyang di pagi hari dan baru makan lagi ketika kembali ke rumah. Jika memang bernasib baik dijamu oleh pemilih yang dijumpai, anggaplah itu berkat special bagi mereka. Hari demi hari berlalu begitulah kisah kedua pantarlih pergi pagi pulang petang bahkan hingga malam menjelang mengarungi sungai Noebesi yang mengancam dalam melaksanakan coklit data pemilih untuk Pemilu 2024. Pantarlih a.n Mirna Fay selalu didampingi oleh bapak kandung Yacob Fay saat kegiatan coklit menyeberangi Sungai Noebesi (Klik di sini untuk melihat video distribusi Model A dan alat kelengkapan Pantarlih) Ganasnya sungai Noebesi pada musim hujan tentunya menjadi tantangan tersendiri ketika melakukan pengiriman logistic menuju TPS yang ada di sana. Jika memang terjadi hujan ekstrim dan menimbulkan banjir, sudah pasti logistic Pemilu dari Ibu kota kecamatan Nunbena ke Desa Noebesi yang berjarak 9 km dan Taneotob yang berjarak 13 km akan kesulitan pengiriman. Selain jarak tempuh lumayan jauh dan lama (sekitar 1,5 jam perjalanan) resiko logistic tidak bisa diseberangi berpeluang lebih besar. Hal yang sama juga terjadi pada 4 (empat) desa lainnya yakni Lilana, Fetomone, Nunbena, dan Tunbes. Keempat desa ini juga tetap berpotensi tidak bisa dilalui manakala terjadi banjir pada Sungai Lilana. Sungai Lilana merupakan gerbang masuk menuju desa-desa di Kecamatan Nunbena. Berkaitan dengan pendropingan logistic Pemilu untuk Desa Noebesi dan Taneotob jika terjadi banjir, maka hanya bisa dilakukan melewati wilayah Amfoang di Kabupaten Kupang. Lokasi kedua desa ini terletak di daerah perbatasan dengan Kabupaten Kupang. Perjalanan melintasi wilayah Kabupaten Kupang membutuhkan waktu sekitar 5 jam dari SoE-Ibu Kota Kabupaten Timor Tengah Selatan. Akses jalannya lebih mudah karena hanya menyeberangi Sungai Boen yang lebarnya hanya 150 meter. Jauhnya jarak dan lamanya waktu perjalanan tentu tidak menjadi soal demi Pemilu 14 Februari 2024. Satu moment sejarah bagi pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam sirkulasi kepemimpinan nasional dan daerah 5 tahunan. Tantangan ekstrimnya alam di Desa Noebesi dan Taneotob tidak saja dalam urusan pendropingan logistic pemilu tapi juga bagi pemilih yang pada hari Pemungutan Suara harus bergerak menuju TPS. Mereka juga harus menyeberang sungai, menuruni lembah, menyusuri semak dan hutan lebat guna mencapai Tempat Pemungutan Suara. Mereka memang mengakui telah menyatu dengan alam Noebesi dan Taneotob, namun hendaknya tetap waspada dan menghindar resiko yang mencelakakan. Coklit melalui jalan setapak dan melalui Semak belukar Nunbena, sebuah kecamatan di Kabupaten Timor Tengah Selatan memiliki cerita unik dan special. Menurut Data Agregat Kependudukan Kabupaten Timor Tengah Selatan Semester I Tahun 2023, jumlah penduduk sebanyak 5.159 jiwa dan 1494 kepala keluarga. Nunbena memiliki 6 desa masing-masing Lilana, Nunbena, Noebesi, Taneotob, Fetomone dan Tunbes. Uniknya jarak tempuh antar desa seluruhnya melintasi sungai besar. Sungai Lilana dengan lebar mencapai 400 meter merupakan pintu masuk menuju seluruh desa. Sunggai Noebesi dengan lebar 300 meter merupakan pintu masuk menuju Desa Noebesi dan Taneotob. Kedua sungai besar tersebut belum memiliki jembatan penyeberangan. Jika musim hujan berkepanjangan, sudah pasti warga masyarakat di seluruh kecamatan tidak bisa beraktivitas di luar desa. Mereka harus menunggu sampai banjir redah baru bisa melintasi. Meski demikian akses informasi untuk seluruh desa di Kecamatan Nunbena telah memadai. Jaringan internet telah tersedia. Kondisi ini memungkinkan aktivitas penyelenggara adhoc yakni PPK dan PPS bisa berjalan baik dan normal adanya. Komunikasi dan koordinasi dengan KPU Kabupaten Timor Tengah Selatan dapat dilakukan dengan maksimal selama masa coklit, penyusunan Daftar Pemilih Sementara (DPS), Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP) dan Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP) Akhir. Jika menelisik tingkat partisipasi pemilih di Kecamatan Nunbena pada Pemilu 2019 tergolong tinggi. Persentase partisipasi pemilih mencapai 79,60 persen. Kecamatan Nunbena tergabung dalam Daerah Pemilihan Timor Tengah Selatan-2. Mencermati partisipasi yang demikian besar pada Pemilu sebelumnya, semoga saja torehan prestasi dapat terulang dan meningkat lagi pada Pemilu 2024. Begitu pula gambaran kerisauan terhadap tantangan alam yang ekstrim di Nunbena manakala terjadi hujan yang berkepanjangan tidaklah menjadi kenyataan. Biarkan alam mendukung praktek demokrasi dari warga Bangsa Indonesia di Nunbena dalam menyalurkan aspirasinya bagi perjalanan bangsa dan negara Indonesia 5 tahun berikutnya. Nilai satu suara sangat berharga bagi keberlanjutan nusa dan bangsa serta daerah. Kontributor: Paul Aoetpah, Butje Fay, Yamres Benat Editor: Matheus Antonius Krivo